Minggu, 05 April 2015

Hukum Kekayaan Intelekual

Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Secara umum HKI adalah perlindungan hukum yang berupa hak yang diberikan oleh negara  secara eksklusif terhadap karya-karya yang lahir dari suatu proses kreatif pencipta atau penemunya.

Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.
Studi Kasus mencakup HKI, adalah sebagai berikut:
-      Para anggota BSA termasuk ADOBE, AutoDesk, Bently, CNC Software, Lotus Development, Microsoft, Novell, Symantec, dan Santa Cruz Operation adalah perusahaan-perusahaan pencipta program atau piranti lunak computer untuk computer pribadi (PC) terkemuka didunia, dan juga adalah badan hukum Amerika Serikat yang berkedudukan di Amerika Serikat. Oleh karena itu program atau piranti lunak computer, buku-buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya ciptaan perusahaan-perusahaan tersebut dilindungi pula oleh Undang-Undang Hak Cipta Indonesia.
-      Salah satu contoh dari hasil kekayaan intelektual seseorang itu adalah motif dasar batik Plumpungan. Batik ini memiliki motif yang unik, karena memakai motif yang berasal dari gambar Prasasti Plumpungan yang merupakan bukti sejarah terjadinya Kota Salatiga. Keunikan inilah yang harus tetap dijaga, dilestarikan dan dilindungi oleh berbagai pihak.
Dilihat dari uraian di atas, maka perumusan masalah dan tujuan dari penulisan ini adalah melihat bagaimana Eksistensi batik Plumpungan di Kota Salatiga, usaha-usaha dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh pemerintah Kota Salatiga dalam pemberian Perlindungan Hukum atas batik Plumpungan tersebut.
-      Kasus Sengketa Merk Dagang “LOTTO”
SENGKETA MERK DAGANG INTERNASIONAL
Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd, yang berkantor pusat di 60 B Martin Road 05-05/06 Singapore, Warehouse Singapore 0923 adalah pemakai pertama merek “LOTTO” untuk barang-barang pakaian jadi, kemeja, baju kaos, jaket, celana panjang, roks pan, tas, koper, dompet, ikat pinggang, sepatu, sepatu olah raga, baju olah raga, kaos kaki olah raga, raket, bola jaring (net), sandal, selop, dan topi.
Merk dagang “LOTTO” ini terdaftar di Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman tanggal 29/6/1979, dengan No. 137430 dan No. 191962 tanggal 4/3/1985. Pada 1984 Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman telah menerima pendaftaran merek “LOTTO” yang diajukan oleh Hadi Darsono untuk jenis barang handuk dan sapu tangan dengan No. 187.824 pada tanggal 6/11/1984, pendaftaran merek LOTTO untuk kedua barang tersebut tercantum dalam tambahan Berita Negara RI No. 8/1984 tanggal 25/5/1987.
Penggunaan merek “LOTTO” oleh Hadi Darsono hampir sama dengan merek yang digunakan pada barang-barang produksi PTE Ltd. Walaupun Hadi menggunakan merek LOTTO untuk barang-barang yang tidak termasuk dalam produk-produk Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd., namun kesamaan merek LOTTO tersebut dinilai amat merugikannya.
Akhirnya pihak Newk Plus Four Far East Ltd Singapore, mengajukan gugatan perdata di pengadilan terhadap Hadi Darsono sebagai Tergugat I dan Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman (Bagian Merek-merek) sebagai Tergugat II.


Sumber:
Wikipedia
(Tahun 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar