Senin, 14 Oktober 2013



Kesenian Ludruk Mulai Tenggelam Ditelan Zaman
Kali ini saya akan membahas tentang salah satu kebudayaan/kesenian daerah di Indonesia yang mulai hilang, namun, saya tidak mebahas tentang kebudayaan dari daerah saya sendiri, melainkan saya akan membahas tentang kesenian ludruk yang mulai tenggelam ditelan zaman. Selamat membaca…….

Ludruk adalah kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang dipergelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.

Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya, sehingga ludruk , ludruk menjadi hiburan favorit karena ceritanya yang merakyat dan mudah diterima disemua kalangan.

Sebuah pementasan ludruk biasa dimulai dengan Tari Remo dan diselingi dengan pementasan seorang tokoh yang memerankan "Pak Sakera", seorang jagoan Madura. Biasanya kesenian ini juga dipentaskan dari kampung ke kampung.  Tercatat sebanyak 789 grup ludruk yang ada pada tahun 1980an. Namun seiring dengan waktu, jumlah ini pun semakin berkurang, dan akhir-akhir ini hanya tersisa tiga kelompok saja, yakni Baru Budi di Empunala, Putra Madya di Bancang dan Sekar Budaya di Balong Cangkring.

Ludruk berbeda dengan ketoprak dari Jawa Tengah. Cerita ketoprak sering diambil dari kisah zaman dulu (sejarah maupun dongeng), dan bersifat menyampaikan pesan tertentu. Sementara ludruk menceritakan cerita hidup sehari-hari (biasanya) kalangan wong cilik.

Ludruk sendiri berarti badutan atau pelawak. Telah dikenal oleh masyarakat Jawa Timur sejak tahun 760 masehi di masa kerajaan Kanyuruhan Malan yang dipimpin oleh raja Gjayana. Seiring dengan waktu, ludruk juga mengalami metamorfosa. Berawal dari pementasan kampung ke kampung, ludruk menjadi sebuah pementasan teater saat tahun 1907.
           
Namun, seiring berjalannya waktu, kesenian ludruk ini makin tenggelam oleh berkembangnya zaman, berikut ini akan saya jabarkan 2 faktor mengapa kesenian ludruk mulai hilang:
1.         Faktor Eksternal
Faktor eksternal mengapa kesenian ludruk ini mulai hilang adalah sebagai berikut:
·         Kemajuan Teknologi dan Informasi
Kemajuan teknologi dan informasi tentu saja menjadi faktor yang utama, karena adanya perkembangan zaman itu ditandai oleh majunya teknologi dan informasi suatu negara. Contohnya: banyak anak muda yang lebih memilih menonton film/sinetron di tv ketimbang film-film tentang budaya negara sendiri.
·         Pemerintah yang bersikap acuh tak acuh
Hal ini juga sangat berdampak buruk bagi perkembangan suatu kesenian daerah, selama pemerintahan dipegang oleh orang yang tidak memiliki ’basic’ seni, maka akan sangat sulit mengembangkan kesenian di suatu daerah.
·         Bahasa ludruk yang tidak dimengerti anak muda, sehingga tidak ada generasi yang berminat meneruskan. Apalagi, penampilan pemain ludruk yang dianggap kuno dan tidak menarik dan rendahnya SDM seniman yang tidak membuatnya mampu mengelola organisasi dengan baik.

2.        Faktor Internal
Faktor internal yang paling mempengaruhi mengapa kesenian ludruk mulai punah adalah tuntutan ekonomi yang tidak bisa dipenuhi dari penghasilan ludruk, dan sepinya permintaan manggung dan tuntutan ekonomi yang besar membuat seniman ludruk memilih untuk mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.

Dari dua faktor tersebut dapat kita simpulkan kalau hilangnya suatu kesenian atau kebudayaan itu bukan saja dipengaruhi oleh faktor luar (ekternal) saja, tapi juga dipengaruhi oleh sumber daya manusianya sendiri.

Akan tetapi, meskipun terlihat sudah terlambat, kebudayaan/kesenian suatu daerah khususnya kesenian ludruk ini masih dapat kita tanggulangi, dengan cara:
a)       Diadakannya ekstra kurikuler/UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) kesenian ludruk wajib untuk setiap siswa asli kelahiran Mojokerto Jawa Timur, dan pemerintah perlu mengadakan pementasan ludruk secara rutin untuk umum, misalnya pada HUT daerah.
b)       Adanya keterbukaan antar pemain tentang kesenian ludruk. Maksutnya, apabila para pemain ingin lebih memajukan kesenian ludruk, maka, komunikasi antar pemain sangat dibutuhkan.
Itu saja yang mungkin bisa saya jabarkan mengenai mengapa kesenian ludruk mulai tenggelam. Semuanya berbalik kepada diri kita masing-masing, bagaimana cara kita mencintai budaya dan kesenian negara kita sendiri, bukan karena paksaan tapi timbul dari pribadi kita sendiri. Mari bersama-sama kita selamatkan kebudayaan daerah kita dengan sepenuh hati, kita jaga, cintai, dan lestarikan selalu. Waktunya dimulai dari sekarang, bukan nanti, besok, seminggu, sebulan, atau setahun lagi. Karena kalau bukan kita, siapa lagi?

Saya mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam tulisan saya yang tidak sempurna ini. Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih buat waktu dan perhatiannya. GBus!


Sumber:
http://en.m.wikipedia.org/wiki/Ludruk
http://oase.kompas.com/read/2013/03/18/23381457/Kesenia.Ludruk.di.Bumi.Majapahit.Nyaris.Hilang
http://palingindonesia.com/ludruk-karya-budaya-khas-jawa-timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar