Kesenian Ludruk
Mulai Tenggelam Ditelan Zaman
Kali
ini saya akan membahas tentang salah satu kebudayaan/kesenian daerah di
Indonesia yang mulai hilang, namun, saya tidak mebahas tentang kebudayaan dari
daerah saya sendiri, melainkan saya akan membahas tentang kesenian ludruk yang
mulai tenggelam ditelan zaman. Selamat membaca…….
Ludruk adalah
kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Ludruk merupakan
suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang
dipergelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan
rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan
lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.
Dialog/monolog
dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan
bahasa khas Surabaya, sehingga ludruk , ludruk menjadi hiburan favorit karena ceritanya yang merakyat dan
mudah diterima disemua kalangan.
Sebuah
pementasan ludruk biasa dimulai dengan Tari Remo dan diselingi dengan pementasan seorang tokoh
yang memerankan "Pak Sakera",
seorang jagoan Madura. Biasanya kesenian ini juga dipentaskan dari kampung
ke kampung. Tercatat sebanyak 789 grup ludruk yang ada pada tahun 1980an.
Namun seiring dengan waktu, jumlah ini pun semakin berkurang, dan akhir-akhir
ini hanya tersisa tiga kelompok saja, yakni
Baru Budi di Empunala, Putra Madya di Bancang dan Sekar Budaya di Balong
Cangkring.
Ludruk
berbeda dengan ketoprak dari Jawa Tengah. Cerita ketoprak sering diambil dari kisah zaman dulu (sejarah
maupun dongeng), dan bersifat menyampaikan pesan tertentu. Sementara ludruk
menceritakan cerita hidup sehari-hari (biasanya) kalangan wong cilik.
Ludruk
sendiri berarti badutan atau pelawak. Telah dikenal oleh masyarakat Jawa Timur
sejak tahun 760 masehi di masa kerajaan Kanyuruhan Malan yang dipimpin oleh
raja Gjayana. Seiring dengan waktu, ludruk juga mengalami metamorfosa. Berawal
dari pementasan kampung ke kampung, ludruk menjadi sebuah pementasan teater
saat tahun 1907.
Namun,
seiring berjalannya waktu, kesenian ludruk ini makin tenggelam oleh
berkembangnya zaman, berikut ini akan saya jabarkan 2 faktor mengapa kesenian
ludruk mulai hilang:
1.
Faktor Eksternal
Faktor
eksternal mengapa kesenian ludruk ini mulai hilang adalah sebagai berikut:
·
Kemajuan Teknologi dan Informasi
Kemajuan
teknologi dan informasi tentu saja menjadi faktor yang utama, karena adanya
perkembangan zaman itu ditandai oleh majunya teknologi dan informasi suatu
negara. Contohnya: banyak anak muda yang lebih memilih menonton film/sinetron
di tv ketimbang film-film tentang budaya negara sendiri.
·
Pemerintah yang bersikap acuh tak
acuh
Hal
ini juga sangat berdampak buruk bagi perkembangan suatu kesenian daerah, selama pemerintahan dipegang oleh orang yang tidak
memiliki ’basic’ seni, maka akan sangat sulit mengembangkan kesenian di suatu
daerah.
·
Bahasa ludruk yang tidak
dimengerti anak muda, sehingga tidak ada generasi yang berminat meneruskan.
Apalagi, penampilan pemain ludruk yang dianggap kuno dan tidak menarik dan
rendahnya SDM seniman yang tidak membuatnya mampu mengelola organisasi dengan
baik.
2.
Faktor Internal
Faktor internal yang paling mempengaruhi mengapa
kesenian ludruk mulai punah adalah tuntutan ekonomi yang tidak bisa dipenuhi
dari penghasilan ludruk, dan sepinya permintaan manggung dan tuntutan ekonomi
yang besar membuat seniman ludruk memilih untuk mencari pekerjaan lain yang
lebih menjanjikan.
Dari dua faktor tersebut dapat kita simpulkan kalau
hilangnya suatu kesenian atau kebudayaan itu bukan saja dipengaruhi oleh faktor
luar (ekternal) saja, tapi juga dipengaruhi oleh sumber daya manusianya
sendiri.
Akan tetapi, meskipun terlihat sudah terlambat,
kebudayaan/kesenian suatu daerah khususnya kesenian ludruk ini masih dapat kita
tanggulangi, dengan cara:
a)
Diadakannya ekstra kurikuler/UKM
(Unit Kegiatan Mahasiswa) kesenian ludruk wajib untuk setiap siswa asli
kelahiran Mojokerto Jawa Timur, dan pemerintah perlu mengadakan pementasan
ludruk secara rutin untuk umum, misalnya pada HUT daerah.
b)
Adanya keterbukaan antar pemain
tentang kesenian ludruk. Maksutnya, apabila para pemain ingin lebih memajukan
kesenian ludruk, maka, komunikasi antar pemain sangat dibutuhkan.
Itu saja yang mungkin bisa saya jabarkan mengenai
mengapa kesenian ludruk mulai tenggelam. Semuanya berbalik kepada diri kita
masing-masing, bagaimana cara kita mencintai budaya dan kesenian negara kita
sendiri, bukan karena paksaan tapi timbul dari pribadi kita sendiri. Mari
bersama-sama kita selamatkan kebudayaan daerah kita dengan sepenuh hati, kita
jaga, cintai, dan lestarikan selalu. Waktunya dimulai dari sekarang, bukan
nanti, besok, seminggu, sebulan, atau setahun lagi. Karena kalau bukan kita,
siapa lagi?
Saya
mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam tulisan saya yang tidak sempurna
ini. Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih buat waktu dan perhatiannya.
GBus!
Sumber:
http://en.m.wikipedia.org/wiki/Ludruk
http://oase.kompas.com/read/2013/03/18/23381457/Kesenia.Ludruk.di.Bumi.Majapahit.Nyaris.Hilang
http://palingindonesia.com/ludruk-karya-budaya-khas-jawa-timur